Kiat-kiat Berbicara Efektif dalam Proses Pembelajaran
Kiat-kiat Berbicara Efektif dalam Proses Pembelajaran
Ngobras bareng om Jay malam ini dengan Narsum keren, yaitu Dr. Dirgantara Wicaksono seorang CEO Youtuber
Sekilas tentang pak Dirgantara alias Bombom.
Dr. Dirgantara Wicaksono,Ch, CHt, S. Pd,MM, M.Pd, atau yang akrab dipanggil Bombom, lahir 13 juni 1986, Mengawali sebagai guru sejarah di SMA Al-Hikmah Tahun 2007, tahun 2010 diangkat menjadi Kepala Sekolah SMA AL-Hikmah, Pulo gadung, Jakarta Timur, yang membawa bombom mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah termuda di DKI Jakarta pada tahun 2011 saat usianya 24 tahun. Saat ini pak bombom sebagai dosen tetap Magister Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UMJ pada mata kuliah instuctional design dan pengembangan instrumen pembelajaran, sebagai dosen tidak tetap Prodi S-2 Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Beliau aktif
di berbagai penelitian baik yang diselenggarakan oleh Universitas atau
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam lingkup Direktorat Pembinaan
sekolah Dasar Seperti sebagai ketua Penyusun modul anak yg berhadapan dengan
Hukum yang saat ini telah digunakan oleh seluruh LPKS se Indonesia, sempat juga
aktiv di PUSLITJAK (Pusat Penelitian dan Kebijakan) dan pernah menjabat
Direktur Marketing PT. Edukasi Gemilang Indonesia hingga tahun 2015 dan kini
aktif sebagai Founder dan Direktur di PT. Neuro Nadi Indonesia bersama Ustadzah
Dr (c) Oki Setiana Dewi, S. Hum, M. Pd. Serta CEO Muslim Pedia ID. dan kini
menjadi wakil ketua / wakil Rektor 1 bidang Akademik di STIKES Pamentas, lebakbulus.
Bombom juga
merupakan Pendiri Dan Pembina Organisasi Backpacker Teaching Indonesia, yang
saat ini telah tersebar di 19 wilayah seluruh Indonesia, yakni Backpacker
teaching Aceh, Bengkulu, palembang, bangka Belitung, Jakarta, Bogor, Bandung,
Batang, Tegal, semarang, Jogja, Solo, surabaya, malang, kalimantan barat,
kalimantan timur, Nusatenggara Timur, Maluku utara ambon, 3 tahun organisasi
backpacker teaching telah memiliki hampir 2000 anggota aktiv tersebar di 65
kampus se Indonesia.
Pak Bombom memaparkan bahwa di era sekarang seorang
guru harus cepat beradaptasi dengan praktik pembelajaran berbasis digital
(digitally immigrant). Tuntutannya berkembang dari jago menyelenggarakan
pembelajaran tatap muka, sekaligus dituntut pula mahir menyelenggarakan pembelajaran
daring dan luring dengan memanfaatkan berbagai medium dan media
(multimedia-multiplatform).
Selain itu, para guru juga dituntut menghadirkan inovasi-inovasi di ranah pembelajaran, seperti: memulai cara-cara kreatif dalam menjalankan proses pembelajaran, membuat produk/layanan pembelajaran baru dan pengembangan bahan ajar alternatif, serta mengembangkan media atau konten pembelajaran terkiwari. Sehingga tidak terjadi gap antara siswa yang sudah abad XXI, namun gurunya abad XX, sementara cara-cara pembelajaran masih abad IX.
“Kita perlu memformulasi pendekatan dan cara-cara yang lebih sesuai dengan konteks generasi post-milenial yang digital native,” ujar beliau.
Triple Gap Phenomena
Digital native adalah anak-anak yang dilahirkan dan
dibesarkan di era digital.
Jadi, sejak lahir bahkan saat masih orok pun mereka ini sudah terkontaminasi sinyal wifi dan hotspot internet. Mereka adalah para “penduduk asli” era peradaban digital yang tak terpisahkan dari gadgets (: hightech products and applications).
Mereka berkomunikasi ala virtual dunia maya, seperti
via kanal: twitter, google plus, whatsapp, instagram, dan facebook, discord,
dan juga mahir bermain games online. Sementara para orangtua dan guru mereka
tergolong digital immigrant.
Digital immigrant adalah individu-individu yang lahir praera teknologi digital. Orang-orang yang (musti) bermigrasi dari cara kerja analog ke cara-cara kerja terkoneksi jaringan digital. Mereka golongan generasi yang harus beradaptasi dengan cara dan kebiasaan/kebisaan baru di era peradaban baru (era teknologi digital). Sebagian besar guru masuk dalm golongan digital immigrant ini. Oleh sebab itulah, para guru ditantang untuk bergegas melakukan inovasi pembelajaran sebagai bentuk adaptasi solutif gap generasi dan perkembangan era.
Di antara yang perlu dilakukan oleh guru adalah melakukan inovasi dalam proses pembelajaran yang sekiranya sejalan dengan karakteristik siswa milenial (generasi abad XXI/digital native). Untuk itu guru dituntut mahir menggunakan multimedia pembelajaran interaktif memaksimalkan aplikasi atau digital platform (saluran/kanal) IT yang telah ada. Era digital terintegrasi (IoT) sekaligus menandai dimulainya demokratisasi pengetahuan yang membuka peluang bagi setiap orang untuk memanfaatkan teknologi secara produktif. Konsekuensinya, para guru musti bersigegas beradaptasi dan bersegera menguasai keterampilan-keterampilan cara kerja dunia era baru, serta melakukan adjustment (penyesuaian) di sana-sini, terutama di bidang pendidikan dan pengajaran.
Langkah strategis dalam menghadapi tantangan abad XXI adalah perubahan cara pandang (mind-set) dan cara kerja (modes of work) guru dalam menghadapi era digital. Guru dan dosen dituntut beradaptasi secara cepat dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi. Selain faktor takdir lahir lebih dulu daripada para siswanya, para guru—juga, mengalami fenomena digital-divide.
Digital divide merupakan kesenjangan yang dialami oleh individu atau kelompok masyarakat, baik secara geografis, sosial-ekonomis-budaya, akibat adanya perbedaan (disequality/gap) dalam hal kesempatan atau akses teknologi informasi atau telekomunikasi, seperti hambatan (obstacles) akses internet atau kapasitas penguasaan teknologi digital,--termasuk di dunia pendidikan.
Dampaknya bagi guru dan dosen: (1) Dampak positif, memotivasi guru/dosen dalam mengembangkan kompetensi pembelajaran dan meningkatkan pemanfaatan teknologi pendidikan, (2) Dampak negatif, guru/dosen yang sudah menguasai TIK dapat berkembang lebih cepat, sedangkan mereka yang tidak/belum menguasai TIK mengalami kesulitan dalam pelaksanaan PJJ, bahkan terancam terdisrupsi.
Guru Post-Millennial
Kini para guru harus menyiapkan materi pembelajaran, mempersiapkan pertemuan kelas virtual (daring/luring), membuat konsep video kreatif, mempelajari beragam program editing video. Melakukan rekaman video, menambahkan animasi menarik, dan membuat thumbnail untuk konten yang akan diunggah di kanal Youtube. Guru kini harus juga merangkap content creator youtube dan sekaligus mentor literasi digital bagi peserta didiknya, sesuatu yang (mungkin) tak sempat terbayangkan sebelumnya
Comments
Post a Comment